Doktrin, Cara Ampuh Menanamkan Influence


Saat Cliff Muntu, Praja IPDN tewas, semua orang di jajaran sekolah tinggi negara tersebut diam. Tidak ada yang mau berbicara tentang masalah tersebut, sampai akhirnya muncullah seorang dosen, Inu, yang berani berkoar-koar tentang kebobrokan IPDN. Mengapa hal itu dapat terjadi? Doktrin! Itu adalah jawabnya.

Doktrin secara harafiah diartikan sebagai penanaman sebuah nilai kepada individu atau kelompok tertentu dengan maksud untuk mempengaruhi. Tidak semua doktrin itu jelek, hanya saja kita perlu melihat sampai sejauh mana fungsi tersebut digunakan. Beberapa waktu yang lalu saat sekolah tinggi negara IPDN kembali tercoroeng namanya karena ada salah satu Praja yang tewas, masyarakat kembali bertanya-tanya, apa benar memang IPDN sedemikian parahnya sampai kejadian yang sama terulang kembali. Hasil penelusuran berbagi media cetak maupun elektronik di Indonesia hampir-hampir menemui jalan buntu karena tidak ada satupun orang di jajaran IPDN yang mau menjual cerita.

Back to the topic tentang doktrin, sadar atau tidak, setiap hari kita selalu dihadapkan oleh sebuah pendoktrinan. Namun pada penerapannya, ada beberapa yang memang sengaja diterapkan sebagai doktrin, maupun yang terjadi secara tidak sadar. Sistem pendiikan adalah salah satu bentuk doktrin yang disengaja. Saya punya teman yang bekerja sebagai dokter di angkatan laut. Dia mengatakan bahwa doktrin yang diberikan sangat kuat. Bagaimana mereka harus bersikap dan berbuat. Beruntung mereka dihadapkan pada suatu pendoktrinan yang berjenjang, sehingga secara bertahap mereka dapat menyesuaikan. Masih ingat Adolt Hitler? Pemimpin Nazi yang sampai saat ini namanya masih sangat melegenda. Hitler menerapkan doktrin yang sangat kuat kepada anak-anak sejak usia yang sangat muda. Mereka disiapkan untuk menjadi pemimpin Nazi. Mereka terisolasi dari dunia luar, hanya diberikan materi-materi yang berkaitan dengan per-Nazi-an. Hal ini tentu saja memberikan dampak yang sangat kuat kepada anak-anak tersebut. Sama halnya dengan pendidikan keagamaan di biara, atau di pondok pesantren. Semua tujuannya sama, menanamkan sebuah nilai.

Bagaimana dengan doktrin secara tidak langsung? Saya menilai bahwa dalam kehidupan sehari-hari, kita dihadapkan oleh pendoktrinan yang secara tidak sadar itu tertanam masuk kedalam diri kita. Oleh karena itu, kita perlu untuk berhati-hati dalam menyikapinya. Doktrin secara tidak langsung ini kerap dapat membuat kita benar-benar terpengaruh. Contohnya, Anda tinggal di suatu lingkungan yang kehidupannya keras. Untuk mencari makanan sangat susah, bahkan kadang perlu untuk sampai berkelahi. Secara tidak langsung Anda akan ter-doktrin untuk dapat mencari makanan untuk kehidupan Anda dan keluarga. Jakarta, ibukota Indonesia, kota yang selalu disibukkan dengan berbagai macam kegiatan dari pagi hingga pagi lagi. Karyawan-karyawan yang bekerja di Jakarta, dimanapun dia bekerja, mereka sudah ter-doktrin untuk bangun pagi, bergegas mencari angkutan umum, berlari untuk mendapatkannya, hingga berdesak-desakan untuk mendapatkan tempat. Hal ini muncul karena kebiasaan yang dilakukan setiap hari. Saya menyebut hal ini sebagai doktrin tidak langsung. Di benak mereka sudah tertanam, "Oh, saya harus bergegas. Jam sekian sudah keluar dari rumah, jam sekian harus sampe di tempat menunggu bis, sehingga sampai kantor jam sekian dan tidak terlambat". Sadarkah Anda?

Sekarang masalahnya, bagaimana jika yang ter-doktrin ke diri kita secara tidak langsung tadi adalah suatu hal yang negatif? Hampir dipastikan yang tertanam dalam diri Anda adalah nilai-nilai negatif yang dapat membuat Anda menjadi tidak maju.

Hal sepele saja, setiap hari saya bekerja, menggunakan sepeda motor ke kantor, melewati sebuah perempatan jalan, lengkap dengan traffic light yang berfungsi sempurna, plus ada time counter yang menunjukkan berapa lama lagi lampu merah akan berganti menjadi lampu hijau, atau sebaliknya. Perempatan tersebut cukup jauh dari pusat kota, sehingga jarang sekali ada polisi yang menjaga daerah itu. Secara kebetulan juga, perempatan tersebut merupakan persimpangan antara jalan raya menuju ke airport dan jalan ke daerah industri. Saya cukup heran dengan pemandangan yang setiap hari saya lihat. Lampu merah dinyalakan setiap 99 detik, sedangkan lampu hijau hanya 30 detik. Keempat jalur di perempatan tersebut menyala berbeda waktu. Beberapa orang yang "kurang sadar" dengan peraturan lalu lintas, selalu menerobos lampu merah ketika ketiga jalur lainnya sepi kendaraan.

Saya melihat hal ini adalah sebuah doktrin yang terjadi secara tidak langsung. Awalnya mungkin hanya satu dua orang yang melakukan hal itu, bisa karena memang mereka sengaja, atau karena sesuatu hal lain. Namun pada akhirnya sekarang, hampir semua sepeda motor berlaku demikian. Hampir dipastikan, orang yang lewat di daerah itu tiap harinya adalah orang yang sama. Awalnya orang yang taat pada lampu penanda itu, tetap berhenti saat lampu merah menyala. Berhubung setiap hari yang mereka lihat adalah orang-orang banyak yang menerobos, secara tidak sadar, lama kelamaan di otak mereka tertanam hal serupa. Dan mereka juga melihat, hal ini belum menjadi masalah. Tidak ada polisi yang menindak, dan untunya tidak sampai terjadi kecelakaan.

Itu contoh sepele yang terjadi di kehidupan kita. Saya hanya ingin mengingatkan Anda sekalian, hati-hati dengan sebuah doktrin, terutama yang terjadi pada kita secara tidak langsung. Anda perlu flash back sejenak dengan rutinitas Anda, dengan lingkungan Anda bekerja, dengan pergaulan Anda. Apakah Anda sudah menyadari akan doktrin secara tidak langsung yang tertananam pada diri Anda dan bersifat negatif? Jika ada, segera ditanggulangi, demi kebaikan Anda sendiri dan juga orang lain.

0 comments:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting Coupons